Cara Cepat Meraih Keimanan
|
Kami mudahkan Al-Qur'an untuk diingat. Adakah yang mengambil
perhatian?
(Surat al-Qamar: 17) |
PERTANYAAN
1
Bagaimana
memahami keberadaan Allah?
Tumbuhan, binatang,
lautan, gunung-gunung, dan manusia disekitar kita, dan semua jasad renik yang
tidak kasat mata – hidup ataupun mati, merupakan bukti nyata adanya Kebijakan
Agung yang menciptakannya. Demikian pula dengan kesetimbangan, keteraturan dan
penciptaan sempurna yang nampak di seluruh jagat. Semuanya membuktikan keberadaan
Pemilik pengetahuan agung, yang menciptakannya dengan sempurna. Pemilik
kebijakan dan pengetahuan agung ini adalah Allah.
Sistem-sistem
sempurna yang diciptakanNya serta sifat-sifat yang mengagumkan pada setiap
mahluk, hidup maupun mati, menimbulkan kesadaran akan keberadaan Allah.
Kesempurnaan ini tertulis dalam Al-Qur’an:
Dia
menciptakan tujuh langit yang berlapis-lapis. Tak akan ditemui sedikit cacatpun
dari ciptaanNya. Perhatikan berkali-kali - apakah engkau melihat kekurangan
padanya? Lalu, perhatikanlah sekali lagi. Matamu akan silau dan lelah! (Surat
Al-Mulk: 3-4)
PERTANYAAN 2
Bagaimana
cara mengenal Allah?
Ciptaan yang
sempurna di seluruh jagat raya menunjukkan kekuasaan Allah Yang Maha Agung.
Allah sendiri telah
memperkenalkan diriNya kepada kita melalui Al-Qur’an - wahyu yang diturunkan
kepada manusia sebagai petunjuk yang benar bagi kehidupan. Semua sifat-sifat
Allah yang mulia disampaikan kepada kita di dalam Al-Qur’an. Dia Maha
Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil, Maha
Meliputi seluruh alam, Maha Melihat dan Maha Mendengar atas segala sesuatu. Dia
lah Pemilik dan Tuhan satu-satunya atas langit dan bumi dan segala sesuatu di
antaranya. Dia lah penguasa seluruh kerajaan langit dan bumi.
Dialah
Allah – tiada tuhan selain Dia. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia lah Allah – tiada tuhan selain Dia. . .
. MilikNya segala nama-nama yang baik. Segala yang di langit dan di bumi
bertasbih kepadaNya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surat Al-Hasr:
22-24)
PERTANYAAN 3
Mengapa
kita diciptakan?
Dalam Al-Qur’an
Allah menyebutkan mengapa kita diciptakan:
Aku
ciptakan jin dan manusia semata-mata untuk menyembahKu. (Surat Az-Zariyat: 56)
Seperti disebutkan
dalam ayat ini, keberadaan manusia di bumi ini semata-mata untuk menjadi hamba
Allah, untuk menyembahNya dan untuk memperoleh ridhaNya. Penghambaan manusia
kepada Allah merupakan batu ujian selama ia hidup di muka bumi.
PERTANYAAN 4
Mengapa
kita diuji?
Allah menguji manusia
di muka bumi untuk memisahkan antara mereka yang beriman dan mereka yang tidak
beriman, serta untuk menentukan siapa yang terbaik amal perbuatannya. Oleh
karena itu, pengakuan seperti “aku beriman” tanpa bukti tindakan yang sesuai
dengannya tidak lah cukup. Di sepanjang hayatnya, manusia diuji dalam hal
keimanan dan keta’atannya kepada Allah, termasuk kegigihannya dalam
memperjuangkan agama Allah. Pendek kata, diuji dalam ketabahan sebagai hamba
Allah dalam berbagai kondisi dan lingkungan yang dikehendakiNya. Ini dinyatakan
Allah dalam ayat berikut:
Dia
Yang Mematikan dan Menghidupkan untuk menguji siapa di antara kamu yang
terbaik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Surat Al-Mulk: 2)
PERTANYAAN 5
Bagaimana
cara mengabdi kepada Allah?
Menjadi hamba Allah
berarti menyerahkan seluruh hidup kita untuk tujuan mencapai kehendak dan
ridhaNya. Yakni beramal sebaik mungkin tanpa henti untuk mendapatkan ridha
Allah, hanya takut kepada Allah dan mengarahkan seluruh pikiran dan perkataan
serta perbuatan untuk tujuan tersebut. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an bahwa
penghambaan kepadaNya meliputi seluruh kehidupan individu:
Katakanlah:
‘Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.’ (Surat Al-An’am: 162)
PERTANYAAN 6
Mengapa
agama diperlukan?
Yang pertama kali
harus dilakukan oleh seseorang yang meyakini keberadaan Allah adalah
mempelajari apa-apa yang diperintahkan dan hal-hal yang disukai Penciptanya.
Dia lah yang memberinya ruh dan kehidupan, makanan, minuman dan kesehatan.
Selanjutnya dia harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk patuh kepada
perintah-perintah Allah dan mencari ridhaNya.
Agama lah yang
membimbing kita kepada moral, perilaku dan cara hidup yang diridhai Allah.
Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa orang yang patuh kepada agama
berada di jalan yang benar, sedangkan yang lainnya akan tersesat.
Dia
yang dadanya terbuka untuk Islam mendapat cahaya dari Tuhannya. Sungguh celaka
orang-orang yang berkeras untuk tidak mengingat Allah! Mereka dalam kesesatan
yang nyata. (Surat az-Zumar: 22)
PERTANYAAN 7
Bagaimana
cara menjalankan agama (dien)?
Orang yang beriman
kepada Allah dan menghambakan diri kepadaNya, mengatur hidupnya agar sesuai
dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an. Dia menjadikan agama sebagai petunjuk
hidupnya. Patuh kepada hal-hal yang baik menurut hati nuraninya, dan
meninggalkan segala yang buruk yang ditolak hati nuraninya.
Allah menyatakan
dalam Al-Qur’an bahwa Dia menciptakan manusia agar siap untuk menghidupkan
agamaNya:
Maka,
teguhkanlah pengabdianmu kepada Agama yang benar yang Allah ciptakan untuk
manusia. Tiada yang mampu merubah ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Surat Ar-Rum: 30)
PERTANYAAN 8
Dapatkah
moral tegak tanpa agama?
Pada lingkungan
masyarakat yang tak beragama, orang cenderung melakukan beragam tindakan yang
tak bermoral. Perbuatan buruk seperti penyogokkan, perjudian, iri hati atau
berbohong merupakan hal yang biasa. Hal demikian tidak terjadi pada orang yang
ta’at kepada agama. Mereka tidak akan melakukan semua perbuatan buruk tadi
karena mengetahui bahwa ia harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya di
akhirat kelak.
Sukar dipercaya
jika ada orang mengatakan, “Saya ateis namun tidak menerima sogokan”, atau
“Saya ateis namun tidak berjudi”. Mengapa? Karena orang yang tidak takut kepada
Allah dan tidak mempercayai adanya pertanggungjawaban di akhirat, akan
melakukan salah satu hal di atas jika situasi yang dihadapinya berubah.
Seseorang yang mengatakan,
“Saya ateis namun tidak berjinah” cenderung melakukannya jika perjinahan di
lingkungan tertentu dianggap normal. Atau seseorang yang menerima sogokan bisa
saja beralasan, “Anak saya sakit berat dan sekarat, karenanya saya harus
menerimanya”, jika ia tidak takut kepada Allah. Di negara yang tak beragama,
pada kondisi tertentu maling pun bisa dianggap sah-sah saja. Contohnya,
masyarakat tak beragama bisa beranggapan bahwa mengambil handuk atau perhiasan
dekorasi dari hotel atau pusat rekreasi bukanlah perbuatan pencurian.
Seorang yang
beragama tak akan berperilaku demikian, karena ia takut kepada Allah dan tak
akan pernah lupa bahwa Allah selalu mengetahui niat dan pikirannya. Dia beramal
setulus hati dan selalu menghindari perbuatan dosa.
Seorang yang jauh
dari bimbingan agama bisa saja berkata “Saya seorang ateis namun pema’af. Saya
tak memiliki rasa dendam ataupun rasa benci”. Namun sesuatu hal dapat terjadi
padanya yang menyebabkannya tak mampu mengendalikan diri, lalu mempertontonkan
perilaku yang tak diinginkan. Dia bisa saja melakukan pembunuhan atau
mencelakai orang lain, karena moralnya berubah sesuai dengan lingkungan dan
kondisi tempat tinggalnya.
Sebaliknya, orang
yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak kan pernah menyimpang dari moral
yang baik, seburuk apapun kondisi lingkungannya. Moralnya tidak “berubah-ubah”
melainkan tetap kokoh. Orang-orang beriman memiliki moral yang tinggi.
Sifat-sifat mereka disebut Allah dalam ayatNya:
Mereka
yang teguh dengan keyakinannya kepada Allah dan tidak mengingkari janji; yang
menghubungkan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya dan takut
kepada Tuhan mereka dan takut pada hisab yang buruk; mereka yang sabar untuk
mencari perjumpaan dengan Tuhan mereka, dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian harta yang kami berikan kepadanya secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan, menolak kejahatan dengan kebaikan. Merekalah yang mendapat
kedudukan yang tinggi. (Surat Ar-Ra’d: 20-22)
PERTANYAAN 9
Apa
yang terjadi dengan sistem sosial jika tidak ada agama?
Konsep pertama yang
akan hilang pada sebuah lingkungan tak beragama adalah konsep keluarga.
Nilai-nilai yang menjaga keutuhan keluarga seperti kesetiaan, kepatuhan,
kasih-sayang dan rasa hormat akan ditinggalkan sama sekali. Harus diingat bahwa
keluarga merupakan pondasi dari sistem kemasyarakatan. Jika tata nilai keluarga
runtuh, maka masyarakat pun akan runtuh. Bahkan bangsa dan negara pun tidak
akan ada lagi, karena seluruh nilai moral yang menyokongnya telah musnah.
Lebih jauh lagi,
tak akan ada lagi rasa hormat dan kasih-sayang terhadap orang lain. Ini
mengakibatkan anarki sosial. Yang kaya membenci yang miskin, yang miskin
membenci yang kaya. Angkara murka tumbuh pada mereka yang merasa dirintangi,
hidup susah atau miskin. Atau menimbulkan agresi terhadap bangsa lain. Karyawan
bersikap agresif kepada atasannya. Demikian pula atasan kepada bawahannya. Para
bapak berpaling dari anaknya, dan anak berpaling dari bapaknya.
Sebab dari
pertumpahanan darah yang terus-menerus dan “berita-berita kriminalitas” di
surat kabar adalah ketiadaan agama. Setiap hari dapat kita baca tentang
orang-orang yang saling bunuh karena alasan yang sangat sepele.
Orang yang
mengetahui bahwa ia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak, tidak
akan melakukan pembunuhan. Dia tahu bahwa Allah melarang manusia melakukan
kejahatan. Ia selalu menghindari murka Allah karena rasa takutnya kepadaNya.
Janganlah
berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya. Dan berdo’alah
kepadaNya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik. (Surat al-A’raf: 56)
Tindakan bunuh diri
pun disebabkan oleh ketiadaan agama. Orang yang melakukan bunuh diri sama saja
dengan melakukan pembunuhan. Orang yang hendak bunuh diri karena ditinggal
pacar, misalnya, harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut sebelum
melakukannya: Apakah ia akan melakukan bunuh diri jika pacarnya menjadi cacat?
atau menjadi tua? atau jika wajah pacarnya terbakar? Tentunya tidak. Dia
terlalu berlebihan menilai pacarnya seolah sebanding dengan Allah. Bahkan
menganggap pacarnya lebih penting dari Allah, lebih penting dari hari akhirat
dan dari agama. Ia lebih mempertaruhkan jiwanya bagi pacarnya tersebut
dibanding bagi Allah.
Orang yang
dibimbing Al-Qur’an tidak akan melakukan hal semacam itu, bahkan tidak akan
terlintas sedikitpun dalam benaknya. Seorang yang beriman menyerahkan hidupnya
hanya untuk keridhaan Allah, dan menjalani dengan sabar segala kesusahan dan
masalah yang Allah ujikan padanya di dunia ini. Ia pun tidak lupa bahwa
kesabarannya itu akan mendapatkan balasan berlipat ganda baik di dunia maupun
di akhirat.
Pencurian pun
merupakan hal yang sangat biasa pada masyarakat yang tak beragama. Seorang
pencuri tak pernah berpikir seberapa besar kesusahan yang ditimbulkannya
terhadap orang yang dicurinya. Harta yang dikumpulkan korbannya puluhan tahun
diambilnya dalam semalam saja. Ia tak peduli seberapa besar kesusahan yang akan
diderita korbannya. Mungkin saja ia pernah sadar dan menyesali perbuatannya
yang telah menimbulkan kesusahan pada orang lain. Jika tidak, keadaannya
menjadi lebih buruk. Itu berarti bahwa hatinya telah membatu dan selalu
cenderung untuk melakukan segala tindakan yang tak bermoral.
Dalam masyarakat
yang tak beragama, nilai-nilai moral seperti keramahan, mau berkorban untuk
orang lain, solidaritas dan sikap murah hati telah lenyap sama sekali.
Orang-orangnya tidak menghargai orang lain sebagaimana layaknya manusia. Bahkan
ada yang memandang orang lain sebagai mahluk yang berevolusi dari kera. Tak
satu pun dari mereka mau menerima, melayani, menghargai atau memberikan sesuatu
yang baik kepada orang lain. Apalagi terhadap mereka yang dianggapnya sebagai
berasal dari kera.
Orang-orang yang
berpikiran seperti ini tidak menghargai orang lain. Tak satu pun memikirkan
kesehatan, kesejahteraan atau kenyamanan orang lain. Mereka tak peduli jika
orang lain terluka, atau pernah berusaha agar orang lain terhindar dari
kecelakaan semacam itu.
Di rumah sakit,
misalnya, orang yang hampir meninggal dibiarkan begitu saja terlentang di
ranjang-gotong dalam jangka waktu yang tak tentu; tak seorangpun pun peduli
kepadanya. Contoh lain misalnya, pemilik restoran yang menjalankan restorannya
tanpa peduli dengan kebersihan. Tempatnya yang kotor dan tidak sehat tak
digubrisnya, tidak peduli dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan terhadap
kesehatan orang lain yang makan di sana. Ia hanya peduli kepada uang yang
dihasilkannya. Ini hanya sebagian kecil contoh yang kita temui sehari-hari.
Logikanya, orang
hanya baik terhadap orang lain jika bisa mendapat imbalan yang menguntungkan.
Namun bagi mereka yang menjalankan standar moral Al-Qur’an, menghargai orang
lain merupakan pengabdian kepada Allah. Mereka tak mengharapkan imbalan apa
pun. Semuanya merupakan usaha untuk mencari ridha Allah dengan terus-menerus
melakukan amal baik, dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
PERTANYAAN 10
Apa
manfa’at material dan spiritual bagi masyarakat jika mereka ta’at pada
Al-Qur’an?
Perlu kami ingatkan
bahwa pengertian agama di sini adalah cara hidup yang bermoral. Cara hidup yang
disukai Allah. Cara yang dipilihNya dan yang paling tepat bagi semua jenis
manusia. Cara hidup yang terbebas dari takhyul-takhyul dan mitos-mitos, dan
sepenuhnya di bawah bimbingan Al-Qur’an.
Agama menciptakan
lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman. Sikap anarkis yang menyebabkan
kerusakan pada bangsa negara terhenti sama sekali karena rasa takut kepada
Allah. Orang tidak lagi melakukan tindakan yang merugikan ataupun berbuat
kerusuhan. Orang-orang yang memegang nilai-nilai moral siap bangkit bagi bangsa
dan negaranya serta tidak hendak berhenti untuk berkorban. Orang-orang semacam
ini selalu berusaha untuk kesejahteraan dan keamanan negaranya.
Di dalam masyarakat
yang mengamalkan moral Al-Qur’an, orang-orangnya sangat menghargai satu sama
lain. Setiap orang selalu berusaha agar orang lain merasa nyaman dan aman,
karena menurut ajaran islam, solidaritas, persatuan dan kerjasama merupakan hal
yang sangat penting. Setiap orang merasa berkewajiban untuk mendahulukan
kenyamanan dan kepentingan orang lain. Ayat berikut merupakan contoh moralitas
dari orang-orang yang beriman:
Mereka
yang lebih dulu tinggal di Madinah, dan telah beriman sebelum mereka datang,
mencintai mereka yang datang kepada mereka untuk berhijrah, dan tak terbetik
keinginan di hati mereka akan barang-barang yang diberikan kepada mereka,
melainkan mendahulukan mereka dibanding dirinya sendiri meskipun mereka sendiri
sangat membutuhkannya. Siapa yang terpelihara dari ketamakan, mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (Surat Al-Hashr: 9)
Dalam lingkungan
yang orang-orangnya takut kepada Allah, setiap orang berusaha untuk
kesejahteraan masyarakat. Tak seorang pun bersikap boros. Setiap orang bekerja
sama dan bersatu padu sambil memperhatikan kepentingan orang lain. Hasilnya
berupa masyarakat yang kaya dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi.
Masyarakat demikian
kaya akan moral dan material. Kekacauan yang mengandung sikap memberontak sama
sekali sirna. Setiap orang dapat mengekang hawa nafsunya dan setiap masalah
diselesaikan dengan cara yang logis. Segala persoalan dipecahkan dengan kepala
dingin. Dan kehidupan, karenanya, selalu aman tentram.
PERTANYAAN 11
Apa
manfa’at keta’atan pada moral Al-Qur’an bagi kehidupan keluarga?
Al-Qur’an
mewajibkan sikap hormat kepada ibu dan bapak. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Telah
Kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya; ibunya
telah mengandungnya dengan susah payah dan masa menyapih selama dua tahun:
‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang-tuamu. Hanya kepada-Ku lah kamu
kembali. (Surah Luqman: 14)
Dalam keluarga yang
mengamalkan moral Al-Qur’an tidak terdapat pertengkaran ataupun pertentangan.
Selalu nampak sikap hormat yang tinggi kepada ibu, bapak dan anggota keluarga
yang lain. Setiap orang hidup dalam lingkungan yang menyenangkan.
PERTANYAAN 12
Apa
manfa’at keta’atan pada moral Al-Qur’an bagi sistem bernegara?
Dalam Al-Qur’an,
Allah menyebutkan bahwa keta’atan merupakan sifat yang positif. Seseorang yang
memiliki moral Qur’ani akan sepenuhnya patuh dan hormat terhadap negaranya.
Dalam masyarakat Islam, setiap orang berusaha untuk kesejahteraan negara dan
bangsanya. Tidak pernah berontak terhadap negara, melainkan mendukung baik
secara spiritual maupun material.
Dalam masyarakat
yang terbentuk dari orang-orang yang takut kepada Allah, kasus-kasus hukum tak
pernah sampai ke tingkat persidangan. Seperseribunya pun dari pelanggaran hukum
yang terjadi pada masyarakat sekarang ini tak pernah dialami.
Mengatur negara
menjadi jauh lebih mudah, karena pemerintah tidak perlu mengurus kasus-kasus
anarki, terorisme, kejahatan, pembunuhan. Seluruh kekuatan pemerintah
dipusatkan pada pengembangan dan peningkatan kesejahteraan negeri, di sektor
dalam maupun luar negeri. Karenanya, menghasilkan negara yang sangat kuat.
PERTANYAAN 13
Apa
manfa’at keta’atan pada moral Al-Qur’an bagi bidang seni?
Orang-orang yang
ta’at pada moral Al-Qur’an saling menghargai satu dengan lainnya. Mereka akan
selalu berusaha menciptakan kondisi lingkungan yang telah disetujui bersama.
Lingkungan yang indah dalam segala segi estetika. Karena rasa rindu pada surga,
sarana-sarana dunia digunakan sepenuhnya untuk menciptakan lingkungan yang
bersih dan menyenangkan. Semuanya terasa indah di mata, di telinga dan di
seluruh indra lainnya. Karenanya, seni dan estetika berkembang dalam semua
aspek kehidupan mereka.
Lebih dari itu,
orang yang ta’at kepada agama memiliki hati yang bersih. Karenanya tak ada
tekanan dalam pikirannya, sehingga dapat menciptakan karya seni orisinil yang
indah dan unik. Selain itu, karya mereka ditujukan untuk menyajikan keindahan
dan untuk menyenangkan sesamanya yang ta’at, secara tulus hati dan
sungguh-sungguh.
PERTANYAAN 14
Apa
manfa’at keta’atan pada moral Al-Qur’an bagi sistem pendidikan?
Pertama-tama,
menjalankan moral Al-Qur’an akan menghasilkan anak-anak dan pemuda yang dewasa
dan bijaksana. Perilaku tak acuh tidak akan dimiliki oleh anak muda yang ta’at
pada Al-Qur’an. Keta’atan pada Al-Qur’an, karenanya, menghasilkan generasi yang
perilakunya baik, pikirannya terbuka, patuh, mau mengalah serta produktif.
Dinamisme, gairah serta semangat mereka diarahkan pada perbuatan baik.
Ketekunan dan daya pikir mereka berkembang. Dalam lingkungan demikian, pelajarnya
tidak hanya mengutamakan kelulusan atau penghindaran dari hukuman, melainkan
berkeinginan untuk memberikan kontribusi pada bangsa dan negaranya.
Tak pernah
terdengar adanya pelanggaran disiplin di sekolah. Lingkungan pendidikannya
sangat tentram, konstruktif dan produktif. Kerja sama antara guru dan pelajar
berlandaskan pada kepatuhan, rasa hormat dan toleransi. Para pelajarnya menjadi
sangat hormat dan patuh pada negara dan aparat keamanan.
Demonstrasi-demonstrasi pelajar yang sering kita lihat sekarang ini tidak
pernah terjadi karena memang tidak ada perlunya.
PERTANYAAN 15
Apa
manfa’at keta’atan pada moral Al-Qur’an bagi lingkungan kerja?
Dalam masyarakat
yang menjalankan moral Al-Qur’an, lingkungan kerjanya mengandung sikap saling
memahami, kerjasama dan keadilan. Pemberi kerja memperhatikan kesehatan
karyawannya dan memelihara kesehatan lingkungan kerja dengan sangat baik.
Dengan pikiran bahwa karyawan akan bekerja dalam waktu yang cukup lama, mereka
selalu berusaha menciptakan fasilitas kerja yang indah dan menarik. Karyawannya
digaji dengan upah yang layak. Tak satu karyawanpun mengalami perlakuan buruk.
Pihak atasan selalu memperhatikan kondisi keluarga setiap karyawan. Mereka
selalu bersungguh-sungguh dan berusaha melindungi keluarga karyawan. Tak pernah
ada penindasan dari yang kuat terhadap yang lemah. Perilaku tak bermoral
seperti ucapan dengki, atau mencegah keberhasilan orang lain karena rasa
cemburu, tak pernah terjadi.
Hubungan antara
pemberi kerja dan karyawan bukan berdasarkan pada kepentingan pribadi dan
akal-akalan, melainkan berdasarkan kerjasama dan rasa saling percaya. Karyawan
memperhatikan kepentingan dan tujuan perusahaan. Mereka tak pernah boros
dan berpikiran bahwa “Bos memang layak membayarnya”. Mereka akan bekerja
sebaik-baiknya. Moral yang baik membuatnya tak pernah disalahkan, bahkan
dilindungi oleh atasan.
PERTANYAAN 16
Apa
arti “mempersekutukan” Allah atau syirik?
Syirik berarti
menganggap seseorang atau benda lain atau suatu konsep sebagai wujud yang
setara atau lebih tinggi dari Allah. Anggapan seperti ini bisa dari segi
penilaian, sifat keberartian, rasa lebih menyukai, atau keunggulan, yang
disertai dengan perbuatan-perbuatan yang mendukungnya. Hal seperti inilah yang
disebut sebagai “mempersekutukan Allah dengan Tuhan yang lain”. Dengan kata
lain, menganggap bahwa seseorang atau benda lain memiliki sifat-sifat Allah,
sama artinya dengan mempersekutukan Allah.
Allah menyebutkan
dalam Al-Qur’an bahwa dosa syirik tak akan diampuni:
Allah
tak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barang siapa mempersekutukan Allah, sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar. (Surat An-Nisa: 48)
PERTANYAAN 17
Apa
arti “memuja berhala”?
Menurut adat, kata
“memuja berhala” berarti menyembah benda atau wujud tertentu. Namun sebenarnya,
maknanya lebih luas dan tidak terbatas pada pengertian tersebut.
Di setiap masa,
selalu ada manusia yang mempersekutukan Allah, mengambil tuhan lain dan
menyembah pujaannya atau patung-patung. Memberhalakan sesuatu tidak selalu
berarti bahwa pemujanya mengatakan “ini tuhan yang saya sembah”. Tidak juga
berarti bahwa ia mesti bersujud dihadapannya.
Pada dasarnya,
menyembah berhala dapat berarti rasa suka seseorang terhadap sesuatu melebihi
rasa sukanya kepada Allah. Misalnya, lebih menyukai ridha seseorang dibanding
ridha Allah, atau lebih takut kepada seseorang dibanding rasa takut kepada
Allah, atau lebih mencintai seseorang dibanding cintanya kepada Allah.
Di dalam Al-Qur’an,
Allah menyatakan bahwa sesuatu yang disekutukan dengan Allah tidak akan bisa
menolong orang yang mempersekutukannya.
Sesungguhnya
apa yang kamu sembah selain Allah adalah berhala. Dan kamu membuat dusta.
Sungguh yang kamu sembah itu tak mampu memberikan rezki kepadamu. Maka mintalah
rezki itu dari sisi Allah dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya.
KepadaNya lah engkau akan dikembalikan. (Surat Al-Ankabut: 17)
PERTANYAAN 18
Bagaimana
menjauhkan diri dari penyembahan berhala?
Pertama-tama,
seseorang harus menegaskan dalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan.
Dia lah pemilik segala kekuasaan, tak ada sesuatu pun selain Allah yang
berkuasa untuk memberi pertolongan ataupun mendatangkan bahaya. Seseorang yang
meyakini kebenaran ini, hanya mengabdi kepada Allah dan tidak pernah
mempersekutukanNya.
Allah mengingatkan
manusia untuk berpaling hanya kepadaNya agar selamat dari syirik.
Hanya
Dia lah yang kamu seru, dan jika Dia menghendaki, Dia menghilangkan kesusahan
kamu; kemudian engkau tinggalkan apa yang engkau persekutukan denganNya. (Surat
al-An’am: 41)
Perubahan radikal
yang dialami seseorang yang terbebas dari mempersekutukan Allah dan kembali
hanya kepada Allah, mula-mula terjadi di dalam hatinya. Pandangan dan pikiran
orang ini selanjutnya berubah seratus delapan puluh derajat. Yang tadinya
mengejar kehidupan di bawah pengaruh faham tertentu dan bersikap tak peduli
(jahil), kini menjalani hidupnya semata untuk mengejar ridha Allah.
PERTANYAAN 19
Apa
yang dimaksud dengan mencari ridha Allah pada tingkatan yang tertinggi?
Apa yang akan Anda
lakukan jika tempat tinggal Anda mengalami bencana banjir? Apakah Anda akan
naik ke lantai tertinggi dan menunggu tim penyelamat, ataukah naik dari lantai
ke lantai sejalan dengan naiknya air? Saat Anda naik ke atap, apakah Anda akan
menggunakan tangga ataukah elevator? Jelas bahwa tindakan yang paling bijaksana
pada kondisi seperti itu adalah memilih alternatif yang akan menyelamatkan
Anda, yakni alternatif yang memberikan hasil tercepat. Alternatif lainnya tak
perlu dilihat lagi. Dalam situasi ini, yang terbaik adalah naik ke lantai
teratas dengan menggunakan elevator. Demikian lah cara “memilih jalan terbaik”.
Kaum yang beriman
menggunakan semua sarana material dan spiritual pada setiap jam, bahkan setiap
detik kehidupannya sesuai dengan kehendak Allah. Jika harus memilih di antara
beberapa alternatif, dia memilihnya dengan arif dan mendengarkan hati
nuraninya. Dan pilihan yang diambilnya ditujukan untuk mengharap ridha Allah.
Dengan cara ini, ia bertindak sesuai dengan ridha Allah pada tingkatan yang
tertinggi.
PERTANYAAN 20
Apa
arti beriman sepenuh hati?
Setiap orang pasti
tahu bahwa tangannya akan terbakar jika terkena api. Ia tak perlu berpikir lagi
apakah akan benar-benar terbakar atau tidak. Artinya, ia memiliki keyakinan
penuh bahwa api tersebut akan membakarnya. Keyakinan seperti ini disebutkan
dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Ini
lah (Qur’an) pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
sungguh-sungguh meyakininya. (Surat Al-Jatsiyyah: 20)
“Memiliki keimanan
sepenuh hati” artinya mempercayai keberadaan Allah dan keesaannya, hari
kebangkitan, surga dan neraka dengan sepenuh-penuhnya keyakinan, tanpa ragu
sedikitpun akan kebenarannya. Layaknya mempercayai keberadaan orang-orang
disekitar kita yang kita lihat dan kita ajak bicara, seperti halnya pengetahuan
intuitif terhadap contoh api di atas. Keimanan penuh yang tumbuh di hati orang
tersebut akan mendorongnya untuk selalu beramal dengan cara yang diridhai Allah
di setiap saat.
PERTANYAAN
21
Bagaimana cara
mengetahui tindakan kita yang mana yang diridhai Allah?Pada orang yang takut kepadaNya, Allah selalu memberi tahu tindakan mana yang paling tepat melalui hati nurani. Dalam sebuah ayat, Allah berfirman:
Hai
orang-orang beriman! Jika engkau takut (bertaqwa) kepada Allah, niscaya Dia
memberimu furqon (yang dengannya engkau membedakan yang benar dari yang
salah) dan menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar. (Surat Al-Anfal: 29)
Mesti diingat
bahwa suara pertama yang didengar individu di dalam hatinya adalah suara
nurani yang membantunya membedakan yang benar dari yang salah. Suara ini lah
yang memberitahukan perbuatan yang diridhai Allah. Orang yang takut kepada
Allah sampai kepada kebenaran dengan jalan mendengarkan kepada hati
nuraninya.PERTANYAAN 22
Adakah
suara lain di dalam hati selain suara hati nurani?
Semua alternatif
lain yang muncul setelah kata hati adalah “suara hawa nafsu” yang
berusaha menghapus kata hati. Hawa nafsu berusaha sekuat tenaga untuk mencegah
seseorang untuk melakukan perberbuatan yang benar dan mendorong kepada
perbuatan buruk. Suara ini mungkin tidak nampak jelas. Bisa muncul berupa serangkaian alasan yang nampaknya masuk akal. Pengaruhnya bisa menyebabkan seseorang berpikiran “semua ini (hati nurani) tak berarti sama sekali”. Kenyataan ini disebutkan Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan
jiwa yang Allah sempurnakan dan ilhamkan padanya pengetahuan akan dosa dan
ketaqwaan. Sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan jiwa.” (Surat
Asy-Syams: 7-9)
Ayat di atas
menyatakan bahwa manusia merupakan sasaran dosa (hawa nafsu), namun diberi
kesadaran bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menghindarinya. Manusia diuji
untuk memilih antara kebaikan dan keburukan.PERTANYAAN 23
Bagaimana
cara mata melihat?
Allah
mengeluarkanmu dari perut ibumu tanpa mengetahui sesuatu apapun, dan Dia
memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Surat
An-Nahl: 78)
Proses
penglihatan terjadi secara bertahap. Saat mata melihat benda, kumpulan cahaya
(foton) bergerak dari benda menuju mata. Cahaya ini menembus lensa mata yang
selanjutnya membiaskannya dan menjatuhkannya secara terbalik di retina mata –
bagian belakang mata. Sinar yang jatuh di retina mata ini di ubah menjadi
sinyal-sinyal listrik dan diteruskan oleh syaraf-syaraf neuron ke sebuah
bintik kecil di bagian belakang otak yang disebut pusat penglihatan. Di dalam
pusat penglihatan inilah, sinyal listrik ini diterima sebagai sebuah bayangan
setelah mengalami sederetan proses. Dalam bintik kecil inilah sebenarnya
penglihatan terjadi, di bagian belakang otak yang sama sekali gelap dan
terlindung dari cahaya. Saat mengatakan “kita melihat”, sebenarnya kita hanya melihat efek-efek impuls yang sampai ke mata kita dan diteruskan ke otak kita setelah diubah menjadi sinyal-sinyal listrik. Jadi, saat kita mengatakan “kita melihat”, sebenarnya kita hanya melihat sinyal-sinyal listrik di dalam otak kita. Buku yang sedang Anda baca serta pemandangan yang terbentang di kaki langit termuat dalam ruang kecil di dalam otak ini. Hal yang serupa terjadi dengan persepsi lain yang Anda tangkap melalui keempat indra lainnya. PERTANYAAN 24
Apa
maksud pernyataan bahwa materi merupakan “kumpulan persepsi-persepsi”?
Seluruh informasi
yang kita miliki tentang dunia luar, sampai kepada kita melalui kelima indra
kita. Dunia yang kita tahu terdiri dari apa yang kita lihat dengan mata, yang
kita dengar lewat telinga, yang kita cium dengan hidung, yang kita rasa
dengan lidah, dan yang kita rasa lewat sentuhan kulit. Riset modern mengungkapkan
bahwa persepsi kita hanyalah respons-respons otak terhadap sinyal-sinyal
listrik. Berdasarkan hal ini, orang yang kita lihat, warna-warna, rasa keras
melalui sentuhan, dan segala sesuatu yang kita miliki dan yang kita terima
sebagai dunia luar, hanyalah sinyal-sinyal listrik yang sampai ke otak kita. Contohnya sebuah apel: Sinyal-sinyal listrik yang berkenaan dengan rasa, bau, rupa dan kekerasan buah apel sampai ke otak kita melalui syaraf-syaraf dan membentuk gambarannya di dalam otak. Jika syaraf menuju otak terputus, persepsi yang berkenaan dengan buah apel ini akan lenyap. Yang kita indra sebagai apel, sebenarnya merupakan kumpulan persepsi-persepsi yang sampai ke otak kita. Kita tak pernah bisa memastikan bahwa “kumpulan persepsi-persepsi” ini benar-benar ada di luar kita. Kita tak memiliki kesempatan untuk bisa keluar dari otak kita dan menyentuh sesuatu yang ada di luar: yang kita miliki hanyalah persepsi-persepsi kita. PERTANYAAN 25
Apakah
keberadaan dunia luar suatu keharusan?
Kita tak pernah
tahu apakah dunia luar benar-benar ada, karena setiap benda hanyalah
kumpulan persepsi-persepsi. Dan persepsi-persepsi ini hanya ada dalam pikiran
kita. Maka, satu-satunya dunia yang benar-benar ada adalah dunia
persepsi-persepsi. Satu-satunya dunia yang kita tahu hanyalah dunia yang ada
dalam pikiran kita; dunia yang dirancang, direkam, dan hidup di sana. Pendek
kata, dunia yang diciptakan dalam pikiran kita. Itulah satu-satunya dunia
yang kita yakini keberadaannya.PERTANYAAN 26
Apakah
kita tertipu oleh persepsi-persepsi tanpa ada korelasi material yang nyata?
Benar, kita
tertipu dengan keyakinan pada persepsi-persepsi tanpa ada korelasi material
yang nyata. Demikian ini karena kita tak pernah bisa membuktikan bahwa
persepsi-persepsi yang kita tangkap melalui otak memiliki korelasi material.
Persepsi-persepsi itu bisa saja timbul dari suatu sumber “buatan”. Kita
sering mengalaminya dalam mimpi kita. Kita seolah mengalami suatu kejadian,
melihat orang-orang, benda dan susunan-susunan yang seolah nyata. Padahal
kenyataanya tidak ada, hanya persepsi-persepsi saja. Tak ada perbedan
mendasar antara mimpi dan “dunia nyata”; keduanya sama-sama dialami dalam
otak.PERTANYAAN 27
Jika
semua keberadaan material yang kita tahu hanyalah persepsi-persepsi, lalu apa
itu otak?
Karena otak kita
pun merupakan bagian dari dunia fisik seperti halnya tangan, kaki, atau benda
lainnya, maka otak pun merupakan persepsi seperti yang lainnya. Mimpi
merupakan contoh yang baik untuk menjelaskan masalah ini. Anggaplah kita sedang
melihat sebuah mimpi. Dalam mimpi itu, kita memiliki tubuh khayalan, tangan
khayalan, mata khayalan, dan otak khayalan. Jika dalam mimpi ini, kita
ditanya, “Di mana Anda melihat?” Kita akan menjawab “saya melihat dalam otak
saya”. Padahal sebenarnya, tidak ada otak di sana, melainkan hanya kepala dan
otak khayalan. Wujud yang melihat bukanlah otak khayalan dalam mimpi,
melainkan “wujud” yang derajatnya jauh lebih tinggi dari itu.PERTANYAAN 28
Lalu
siapa atau apa yang mengindra?
Sejauh ini, kita
meyakini bahwa yang melakukan pengindraan adalah otak. Namun jika kemudian
kita analisis otak ini, yang kita dapatkan hanyalah molekul-molekul lemak dan
protein, yang juga ada pada organisme-organisme hidup lain. Artinya bahwa di
dalam gumpalan daging yang kita sebut sebagai “otak” ini, tak ada sesuatu
apapun yang bisa mengamati, yang memiliki kesadaran, atau yang menciptakan
wujud yang kita sebut sebagai “diri pribadi”.Jelas bahwa wujud yang melihat, mendengar dan merasakan ini bersifat supra-material. Wujud ini “hidup” dan tidak berupa materi ataupun gambaran dari materi. Wujud ini bersekutu dengan persepsi-persepsi di depannya dengan menggunakan gambaran tubuh kita. Wujud ini adalah “ruh”. Allah menyatakannya dalam Al-Qur’an:
Mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Allah.
Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan tentangnya melainkan sedikit. (Surat
Al-Isra’: 85)
PERTANYAAN 29
Karena
dunia material yang kita indra hanyalah persepsi-persepsi yang dilihat oleh
ruh, lalu apa yang menjadi sumber persepsi-persepsi ini?
Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, materi tidak memiliki wujud yang dapat mengatur
dirinya sendiri. Materi hanyalah sebuah persepsi, sesuatu yang sifatnya
“artifisial” (buatan). Karenanya, persepsi-persepsi ini mestinya disebabkan
oleh kekuatan lain. Dengan kata lain, persepsi adalah sesuatu yang
diciptakan. Jelas bahwa ada Sang Pencipta. Yang menciptakan seluruh alam
material, yakni kumpulan persepsi-persepsi, yang diciptakanNya tanpa henti.
Pencipta ini adalah Allah Yang Maha Kuasa. Fakta bahwa langit dan bumi
bukanlah sesuatu yang stabil, dan keberadaanya hanyalah karena diciptakan
Allah. Semuanyanya akan lenyap setelah Dia menghentikan penciptaannya. Hal
ini dijelaskan dalam ayat berikut ini:
Allah
lah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap. Sungguh jika keduanya
lenyap, tak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya kecuali Allah.
Sungguh Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Surat Fatir: 41)
PERTANYAAN 30
Apa
yang dimaksud dengan Allah meliputi segala sesuatu dan Dia lebih dekat kepada
kita dibanding urat leher kita sendiri?
Materi tersusun
hanya dari persepsi-persepsi. Satu-satunya wujud nyata dan mutlak hanyalah
Allah. Artinya, hanya Allah lah yang ada; segala sesuatu selain dia hanyalah
wujud semu. Karenanya Allah “ada dimana-mana” dan meliputi segala sesuatu.
Segala yang ada merupakan gambaran yang Allah proyeksikan kepada kita. Karena setiap wujud material merupakan persepsi, maka ia tak dapat melihat Allah. Sebaliknya, Allah melihat seluruh materi yang diciptakannya dalam berbagai bentuknya. Artinya, kita tak dapat menangkap wujud Allah dengan mata kita, namun Allah meliputi kita dari dalam, dari luar, dalam pandangan dan pikiran. Kita tak mampu mengucapkan perkataan apapun selain dengan pengetahuan dan ijinNya, bahkan tanpa Dia bernafaspun tidak akan bisa. Meskipun kita melihat persepsi-persepsi ini di sepanjang hidup kita, wujud terdekat kepada kita bukanlah salah satu di antaranya, melainkan Allah sendiri. Rahasia ayat berikut tersembunyi dalam kenyataan ini:
“Dia
lah yang menciptakan manusia, dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya; karena Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (sendiri).
(Surat Qaf: 16)
Jika manusia
berpikiran bahwa tubuhnya hanya terdiri dari “materi”, ia tidak akan dapat
memahami fakta penting ini. Jika ia menganggap otaknya sebagai “dirinya”,
maka letak dunia luar adalah 20-30 cm dari dirinya. Namun jika dia
mengerti bahwa materi hanya lah imajinasi, maka pengertian luar, dalam, jauh
ataupun dekat tak memiliki arti sama sekali. Allah meliputi dirinya dan Dia
“sangat dekat” kepada dirinya.PERTANYAAN 31
Apakah
cinta saja, kepada Allah, tidak cukup? Apakah takut kepada Allah itu suatu
keharusan?
Menurut
Al-Qur’an, cinta sejati menuntut kepatuhan kepada Allah dan menghindari apa
yang tidak diridhaiNya. Jika kita perhatikan kehidupan dan perbuatan
orang-orang yang merasa yakin bahwa cinta saja sudah cukup, dapat kita lihat
bahwa mereka tidak teguh dengan pendiriannya itu. Sebaliknya, seseorang yang
mencintai Allah dengan setulus hati, sangat patuh kepada perintahNya. Ia
menghindari hal-hal yang dilarangNya serta memelihara dirinya dengan
perbuatan-perbuatan yang diridhai Allah. Ia menunjukkan cintanya dengan
mencari ridha Tuhannya di setiap saat dengan rasa segan, keyakinan, kepatuhan
dan kesetiaan kepadaNya.Karena sikap prihatinnya itu, ia sangat takut akan kehilangan ridhaNya atau menimbulkan murkaNya. Mengungkapkan cinta hanya di bibir saja, namun hidup dengan melewati batas-batas yang dilarang Allah, tentunya merupakan sikap yang munafik. Allah memerintahkan manusia untuk takut kepadaNya:
Bertaubatlah
kepadaNya dan takutlah kepadaNya, serta dirikanlah shalat, dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang memepersekutukan Allah. (Surat Ar-Rum: 31)
PERTANYAAN 32
Seberapa
besar mestinya rasa takut kita kepada Allah?
Setiap orang yang
menyadari keberadaan Allah dan mengenal sifat-sifatNya yang agung
merasa sangat takut kepada Allah. Selain Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
Allah juga adalah Al-Qohhar (Maha Menguasai), Al-Hasib (Maha Membuat
Perhitungan), Al-Muazzib (Maha Menghukum), Al-Muntaqim (Maha Penyiksa),
Al-Saiq (Yang Memasukkan ke neraka). Karenanya, umat Islam takut kepada Allah
yang gaib. Mereka mengetahui tak ada seorang pun yang bisa selamat dari
hukumanNya, karena mereka tahu harus mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya. Mereka selalu berusaha menghindari perilaku yang tidak disukai
Allah. Harus difahami bahwa takut di sini memiliki konotasi yang berbeda dengan pengertian takut pada masyarakat tak beragama. Takut di sini memberikan rasa aman bagi yang mengimaninya, dan memotivasi untuk beramal mencari ridha Allah. Berikut ini adalah perintah Allah kepada orang-orang yang beriman:
Maka
takutlah kepada Allah menurut kesanggupanmu, dan dengarlah serta ta’atlah;
dan nafkahkanlah apa yang baik bagi dirimu. Barangsiapa terpelihara dari
kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surat At-Taghabun: 16)
PERTANYAAN 33
Apakah
Al-Qur’an dapat difahami setiap orang?
Allah menurunkan
Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk bagi semua orang. Itulah sebabnya Al-Qur’an
sangat jelas dan mudah difahami. Allah pun menekankan sifat ini: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
kitab yang terang.” (Surat Al-Maidah: 15) Ayat lain yang lebih mempertegas
hal itu adalah:
Demikianlah
Kami menurunkan Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang nyata. Allah memberi petunjuk
kepada orang-orang yang Dia kehendaki. (Surat Al-Hajj: 16)
Namun, untuk
dapat melihat kebijaksanaan dalam Al-Qur’an dan untuk memahami kemuliaannya,
seseorang harus membacanya dengan hati yang tulus dan selalu berpikir sesuai
dengan hati nuraninya.PERTANYAAN 34
Bolehkah
kita membaca Al-Qur’an setiap saat?
Al-Qur’an
merupakan satu-satunya petunjuk bagi orang yang beriman di sepanjang hidupnya.
Dalam sebuah ayatnya, Allah memerintahkan istri-istri Rasul untuk membaca dan
mengingat ayat-ayat Allah serta hikmah (sunnah Nabi) di rumah-rumah mereka
(Surat Al-Ahzab: 34). Praktek seperti ini diperintahkan pula kepada umat yang
beriman saat itu. Ketika ayat ini sampai kepada mereka dengan jelas, mereka
membaca naskah Al-Qur’an di rumah-rumah mereka serta menghapalnya. Bagi kita,
akan lebih utama jika membaca Al-Qur’an sambil mengamalkannya dengan rajin.PERTANYAAN 35
Apakah
Al-Qur’an ditujukan bagi manusia di segala jaman?
Allah menurunkan
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh dunia di sepanjang masa:
Inilah
penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang
yang beriman. (Surat Ali Imran: 138)
Allah memberikan
contoh-contoh dalam Al-Qur’an berdasarkan peristiwa-peristiwa di masa lampau
agar manusia yang hidup di sepanjang jaman menjadi waspada dan tidak
mengulang kesalahan yang sama. Peristiwa-peristiwa serupa yang disebutkan
dalam Al-Qur’an bisa saja dialami seseorang, bahkan di jaman sekarang ini.PERTANYAAN 36
Benarkah
Allah menjaga ayat-ayat Al-Qur’an dari perubahan hingga saat ini?
Al-Qur’an
dilindungi Allah. Ia diturunkan 1400 tahun yang lalu dan tidak mengalami
perubahan sedikitpun hingga saat ini. Kebenaran ini dinyatakan Allah dalam
ayat berikut:
Kami
lah yang menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan sungguh Kami yang
memeliharanya. (Surat Al-Hijr: 9)
Telah
sempurna kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak
ada yang dapat merubah kalimat-kalimatnya. Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Surat al-An‘am: 115)
Janji Allah ini
sudah cukup bagi orang-orang yang beriman. Malah, Allah telah menunjukkan
bahwa Al-Qur’an merupakan kitab kebenaran yang mengandung keajaiban ilmiah
dan keajaiban numerik.PERTANYAAN 37
Apa
keajaiban-keajaiban ilmiah dalam Al-Qur’an?
Meskipun
Al-Qur’an diwahyukan 1400 tahun yang lalu, di dalamnya mengandung fakta-fakta
ilmiah yang sama sekali tak diketahui pada saat itu. Fakta-fakta tersebut
baru ditemukan pada jaman kita melalui peralatan ilmiah dan teknologi
mutakhir. Ciri ini jelas menunjukkan keaslian Al-Qur’an sebagai wahyu yang
berasal dari Allah. Berikut adalah beberapa contoh dari keajaiban tersebut:
l
Temuan terbesar abad 2000 menyatakan bahwa alam semesta terus mengembang.
Namun, fakta ini telah Allah sampaikan kepada kita 1400 tahun yang lalu dalam
ayat ke-47 Surat Az-Zariyat:
Kamilah
yang membangun alam semesta dengan kekuasan Kami, dan sungguh, Kami terus
mengembangkannya. (Surat adh-Dhariyat: 47)
l Pergerakan
benda-benda langit dalam orbitnya yang tetap, dinyatakan Al-Qur’an
berabad-abad yang lampau:
Dan
Dia lah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing
bergerak dalam garis edarnya. (Surat al-Anbiya: 33)
l Jika kita
teliti makna kata Arabnya dari ayat yang menyebutkan kata ‘matahari’ dan
‘bulan’, kita akan mendapatkan sifat-sifat yang menarik. Dalam ayat-ayat
tersebut, kata siraj (pelita) dan wahhaj (menyala terang) digunakan untuk
matahari. Sementara untuk bulan digunakan kata munir (berkilau, menerangi).
Kita tahu bahwa matahari menghasilkan panas dan sinar yang dahsyat sebagai
akibat dari reaksi-reaksi nuklir di dalamnya, sementara bulan hanya
memantulkan cahaya yang datang dari matahari. Pemisahan ini dinyatakan
sebagai berikut:
Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah membuat tujuh langit dengan penuh serasi satu
dengan lainnya, dan membuat bulan sebagai cahaya, dan membuat matahari
sebagai pelita? (Surat Nuh: 15-16)
l Sifat
angin sebagai sarana “penyerbukan” disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hijr
ayat ke-22:
Dan
kami tiupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan
hujan dari langit, dan kami beri minum kamu dengan air itu. (Surat al-Hijr:
22)
Kata Arab
“penyerbuk” merujuk pada efek terhadap tumbuhan maupun awan. Sains moderen
dalam bidang ini menunjukkan bahwa angin memang memiliki kedua fungsi ini. l Keajaiban Al-Qur’an lainnya ditegaskan dalam ayat berikut ini:
Dia
menciptakan langit dan bumi untuk tujuan Kebenaran. Dia menutup malam atas
siang, dan menutup siang atas malam. . . (Surat az-Zumar: 5)
Dalam ayat ini,
saling menutupnya (membungkus) antara siang dan malam diuraikan dengan kata
“takwir”. Dalam bahasa kita, kata ini berarti membuat sesuatu bertumpang
tindih, terlipat seperti kain yang digulungkan. Dalam kamus bahasa Arab, kata
ini menerangkan suatu tindakan membungkus sesuatu dengan melilitinya, seperti
halnya membungkus kepala dengan turban. Karenanya, secara implisit ayat ini
merupakan informasi akurat mengenai bentuk bumi. Sebuah ungkapan yang tepat
bagi bentuk bumi yang bulat. Artinya, bulatnya bentuk bumi telah diisyaratkan
dalam Al-Qur’an pada abad ke-7.PERTANYAAN 38
Adakah
sistem pengkodean numerik dalam Al-Qur’an?
Al-Qur’an juga
mengandung keajaiban numerik. Penyisipan angka “19” secara terkode dalam
ayat-ayat tertentu, dan jumlah pengulangan kata-kata tertentu merupakan
contohnya. Pengulangan kata: Di dalam Al-Qur’an, beberapa kata diulang-ulang dengan jumlah pengulangan yang sama. Misalnya: 1. Frasa “tujuh langit” diulang sebanyak 7 kali. 2. Kata “dunia” dan “akhirat” sama-sama diulang sebanyak 115 kali. 3. Kata “hari” diulang sebanyak 365 kali, sementara kata “bulan” diulang sebanyak 12 kali. 4. Kata “iman” (tanpa melihat jenis kelamin) diulang sebanyak 25 kali di sepanjang Al-Qur’an. Demikian pula kata “khianat” (suami terhadap istri atau sebaliknya) dan kata “kufur” (menutupi kebenaran). 5. Jika kita hitung kata “katakanlah”, jumlahnya ada 332. Akan didapat Jumlah yang sama jika kita menghitung jumlah pengulangan frase “mereka berkata/mengatakan”. 6. Kata “setan” digunakan sebanyak 88 kali. Kata “malaikat” pun diulang sebanyak 88 kali. Keajaiban angka 19: Angka 19 disebut dalam Al-Qur’an dalam pernyataan tentang neraka: “Ia dijaga oleh sembilan belas penjaga.” (Surat Al-Mudatsir: 30). Angka ini juga dikodekan dalam ayat Qur’an lainnya. Misalnya:
“Dengan
nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Kalimat yang kita
temui pada setiap permulan surat ini memiliki 19 huruf. Al-Qur’an terdiri dari 114 surat; angka 114 merupakan kelipatan dari 19, sama dengan 6 dikali 19. Ada banyak angka kelipatan 19 lainnya: Jumlah kata “Allah” dalam Al-Qur’an adalah 2698 (19 x 142); Jumlah kata “Maha Penyayang” dalam Al-Qur’an adalah 114 (19 x 6); Jika kita tambahkan semua angka dalam Al-Qur’an (tanpa menghitung pengulangannya), kita akan mendapatkan angka 162.146, yakni 19 x 8534; Surat pertama yang diwahyukan terdiri dari 19 ayat. Banyak contoh lain yang tak terhitung jumlahnya. PERTANYAAN 39
Bagaimana
kita mengetahui keberadaan akhirat?
Sekarang ini,
Allah membuat manusia hidup dalam dunia persepsi. Sebuah ciptaan yang
sempurna dan indah, dengan tampilan tiga dimensi serta penuh warna dan
cahaya. Allah yang menciptakan dunia ini tentu saja mampu menciptakan alam
yang jauh lebih indah lagi. Seperti halnya gambaran alam yang Allah bentuk dalam otak manusia, Dia pun berkuasa untuk mengalihkan manusia ke dimensi lain setelah kematian manusia. Dia akan menunjukkan gambaran-gambaran dalam lingkungan yang berbeda. Alam dengan dimensi lain itu adalah alam akhirat. PERTANYAAN 40
Apakah
reinkarnasi itu ada?
Reinkarnasi
adalah takhyul yang tidak berdasar. Pendapat ini berasal dari orang-orang tak
beragama yang berpikiran bahwa manusia akan “menghilang setelah kematian”.
Atau timbul pada orang-orang yang merasa takut untuk memasuki alam akhirat
setelah kematian. Bagi kedua kelompok manusia ini, kembali ke dunia lagi
setelah kematian merupakan suatu harapan yang menarik.Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an menyebutkan bahwa hanya ada sekali kehidupan di dunia ini. Tempat dimana manusia diuji amal perbuatannya. Disebutkan pula bahwa setelah kematian tidak ada arah kembali ke dunia ini. Manusia hanya mati sekali saja. Ini ditegaskan dalam ayat berikut ini:
Mereka
tidak akan merasakan kematian di dalamnya kecuali sekali saja. Tuhanmu
memelihara mereka dari azab api neraka. (Surat Ad-Dukhan: 56)
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
PERTANYAAN
41
Apakah
mati itu berarti menghilang?
Bagi manusia,
mati tidak berarti menghilang. Kematian merupakan suatu peralihan ke kampung
akhirat, tempat tinggal yang sebenarnya. Kematian memutuskan hubungan
seseorang dengan tatanan dunia, termasuk tubuhnya yang ada dalam tatanan ini.
Saat hubungan antara tubuh dan ruh terputus, yakni setelah kematian, ruh
mulai berhubungan dengan gambaran akhirat. Tabir di depan matanya tersingkap,
kemudian sadarlah ia bahwa mati bukan berarti menghilang seperti anggapannya.
Ia memulai kehidupan akhirat seperti memulai hari-harinya saat terbangun dari
tidurnya. Ia dibangkitkan dari kematian. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Dia lah yang memberi kehidupan dan menyebabkan kematian. Jika Dia
menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan, “Jadilah” maka jadilah. (Surat
Ghafir: 68) Peralihan manusia ke alam akhirat terjadi dengan sebuah perintah
Allah seperti itu.PERTANYAAN 42
Apa
yang dialami orang saat kematiannya?
Apakah
orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan
mereka seperti orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh, yakni
kehidupan dan kematian mereka akan sama? Amat buruklah persangkaan mereka
itu! (Surat al-Jatsiyah: 21)Kematian spiritual yang dialami manusia telah diterangkan dalam Al-Qur’an. Dan karenanya jelas bahwa kematian spiritual berbeda dengan kematian tubuh secara klinis. Dinyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa peristiwa-peristiwa tertentu terjadi saat kematian. Peristiwa-peristiwa itu hanya bisa dilihat oleh yang mengalaminya, namun tidak dapat dilihat orang lain. Sebagai contoh, seorang yang kafir yang tak percaya akan keberadaan Allah nampak seolah mati dengan tenang, layaknya sedang tidur. Padahal kenyataannya, ruhnya yang beralih ke dimensi lain mengalami rasa sakit yang amat berat. Sebaliknya, ruh orang beriman yang nampak menderita saat kematiannya, dicabut nyawanya oleh malaikat maut dengan lembut perlahan-lahan. Peristiwa yang dialami orang beriman dan orang yang kafir di saat kematiannya berbeda sama sekali. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa orang yang kafir akan mengalami hal berikut saat kematiannya: Jiwanya akan dipukul di bagian punggung dan mukanya. Mereka mengalami siksa kematian yang pedih. Malaikat-malaikat mengabari mereka dengan siksaan yang kekal. Ruhnya akan dicabut dengan kasar dari tubuhnya. Sementara bagi orang-orang yang beriman: Ruhnya dicabut dengan lembut dan perlahan-lahan dari tubuhnya. Mereka disambut para malikat dengan ramah disertai ucapan salam. Saat malaikat mencabut ruhnya, mereka dikabari berita surga. PERTANYAAN 43
Apakah
alam semesta pun akan mengalami kematian?
Allah menyatakan
dalam Al-Qur’an bahwa seluruh mahluk akan mengalami kematian, termasuk alam
semesta ini. Semua binatang, tumbuhan, manusia akan mati. Planet-planet, juga
bintang-bintang dan matahari akan mati. Pada hari kiamat, semua wujud materi
mati dan hancur. Peristiwa kiamat merupakan peristiwa yang paling dahsyat
yang pernah dialami manusia. Peristiwa ini dirujuk dalam Al-Qur’an sebagai
berikut:Namun manusia masih hendak mengingkari apa yang dihadapan mereka, dan bertanya, ‘Bilakah datangnya kiamat itu?’ Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. dan matahari dan bulan dikumpul (bertabrakan). Pada hari itu manusia akan bertanya: ‘Kemana tempat berlari?’ Sekali-kali tidak! Tak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmulah hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Surat al-Qiyamah: 5-13) PERTANYAAN 44
Apakah
hari kiamat itu hanya dialami oleh orang-orang yang masih hidup ataukah oleh
semua orang yang pernah hidup sebelumnya?
Hari
kiamat dimulai dengan tiupan sangkakala. Bersamaan dengan gempa yang dahsyat
dan ledakan yang memekakkan telinga, seluruh manusia di muka bumi menyadari
bahwa mereka sedang menghadapi bencana yang menakutkan. Bumi dan langit
terbelah dan alam semesta pun berakhirlah. Tak ada kehidupan yang tersisa di
muka bumi. Saat tiupan sangkakala yang kedua dibunyikan, manusia dibangkitkan
dan dicabut keluar dari kuburnya. (Surat Az-Zumar: 39,68)
Seluruh manusia
menyaksikan peristiwa yang berkembang setelah kebangkitan.Namun Allah menjamin bahwa orang-orang yang beriman akan terjaga dengan aman dan tentram, dan terbebas dari rasa takut terhadap hari kiamat:
Barang
siapa membawa kebaikan, maka ia memperoleh balasan yang lebih baik dan
selamat dari kejutan dahsyat hari itu. (Surat An-Naml: 89
PERTANYAAN 45
Perhitungan
macam apa yang dialami pada Hari Perhitungan?
Pada Hari
Perhitungan, setiap orang akan diperiksa amalnya. Pada tahap pertama, segala
hal yang diperbuat selama hidupnya akan ditunjukkan tanpa ada yang terlewat: “...bahkan jika ada sesuatu (perbutan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mengeluarkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Surah Luqman: 16). Pada hari itu tak ada satu perbuatan pun yang dirahasiakan. Orang bisa saja lupa apa yang dikerjakannya saat hidup di dunia. Namun Allah tidak pernah lupa terhadap segala perbuatnya, bahkan Dia akan menunjukkan kehadapannya pada hari perhitungan. Pada hari itu, setiap orang diberi catatan amalnya. Juga hasil timbangan yang adil atas kebaikan dan kejahatannya, tanpa dirugikan sedikitpun. Selama perhitungan, pendengaran, penglihatan dan kulitnya menjadi saksi atas perbuatannya selama hidup di dunia. Setelah perhitungan yang menggelisahkan itu, orang-orang yang tidak beriman digiring ke neraka. Sedangkan orang-orang beriman menjalani perhitungan yang mudah, dan memasuki surga dengan wajah cerah dan gembira sebagai hari kemenangan yang besar. PERTANYAAN 46
Dapatkah
seseorang menanggung dosa orang lain?
Allah telah
menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa setiap orang akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia. Setiap orang akan melihat apa
yang diperbuatnya, dan tak seorangpun bisa menolong orang lain. Ini
dinyatakan dalam ayat berikut:
Orang
yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat
dosanya meminta tolong untuk dipikulkan dosanya, tak ada seorangpun akan
memikulkan untuknya meskipun itu kaum kerabatnya... (Surat Al-Fatir: 18)
PERTANYAAN 47
Apakah
sesorang memiliki kesempatan untuk memperbaiki amal yang telah lalu setelah
ia melihat kebenaran akhirat?
Pada hari itu,
tidak ada peluang untuk memperbaiki amal. Meyakini setelah kematian adalah
hal yang sia-sia. Al-Qur’an pun menyebutkan bahwa pada hari perhitungan,
orang-orang kafir akan memohon agar diberi kesempatan untuk mengerjakan
kewajibannya. Namun permintaan mereka tak akan diterima. Mereka berharap
dapat kembali ke dunia, tetapi permintannya ditolak. Setelah menyadari tak
ada peluang untuk menebus dosa, mereka sangat menyesal. Keputusasaan dan
penyesalan yang bercampur merupakan perasaan yang menyiksa tiada bandingannya
di dunia ini. Mereka sadar akan mendapat hukuman yang kekal di akhirat, tanpa
sedikitpun peluang untuk menghindar:
Dan
jika kamu melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata: ‘Kalau
saja kami dikembalikan ke dunia, kami tak akan mengingkari ayat-ayat Tuhan
kami serta menjadi orang-orang yang beriman.’ Tidak, telah nyata bagi mereka
kejahatan yang dahulu selalu mereka sembunyikan. Sekiranya mereka
dikembalikan ke dunia, mereka akan kembali kepada perbuatan yang dilarang
bagi mereka. Dan sesungguhnya mereka itu pendusta-pendusta belaka. Dan mereka
akan berkata, ‘Kehidupan itu hanya di dunia saja dan kita sekali-kali tak
akan dibangkitkan kembali.’ Dan seandainya kamu melihat ketika mereka
dihadapakan kepada Tuhan mereka. Allah berfirman, ‘Bukankah kebangkitan ini
benar?’ Mereka berkata, ‘Sungguh benar, demi Tuhan kami!’ Allah berfirman,
Karena itu rasakanlah azab ini, karena kamu mengingkarinya.’ (Surat Al-An’am:
27-30)
PERTANYAAN 48
Seperti
apakah neraka itu?
Neraka adalah
tempat segala macam penderitaan, siksaan dan hukuman yang kekal bagi
orang-orang yang tidak beriman. Mengenai hal ini, Al-Qur’an menerangkan:
Sesungguhnya
neraka itu tempat yang selalu menanti – tempat kembali bagi orang-orang yang
melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, mereka
tidak merasakan kesejukan ataupun mendapat minuman, selain air yang mendidih
dan nanah – sebagai pembalasan yang setimpal. (Surat An-Naba’: 21-26)
PERTANYAAN 49
Apa
yang diceritakan Al-Qur’an tentang neraka?
Ayat-ayat
Al-Qur’an menyebutkan adanya kehidupan di neraka. Namun kehidupan yang
dialami adalah segala macam kehinaan, penderitaan dan siksaan lahir dan batin.Dibandingkan dengan kehidupan di dunia, manusia tak dapat membayangkan bagaimana beratnya siksaan di neraka. Orang-orang yang tidak beriman mengalami siksaan berat dari berbagai segi, baik lahir maupun batin. Lagi pula, siksanya tak pernah berhenti ataupun berkurang:
Sekali-kali
tidak! Sungguh neraka itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan
kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan berpaling, serta
mengumpulkan harta dan menyimpannya (dengan kikir). (Surat Al-Ma‘arij: 15-18)
PERTANYAAN 50 Surga adalah tempat kembali bagi mereka yang memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an, menta’ati perintah-perintah Allah dan hidup demi mencari ridha Allah. Di dalamnya, mereka hidup kekal dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Di dalam surga, manusia bisa menikmati dengan segera segala keindahan yang disukainya, dan kapanpun bebas melakukan apa yang diinginkannya. Di surga, terdapat segala sesuatu yang dikehendaki manusia, bahkan lebih dari itu. Pahala berlimpah yang diterima orang-orang yang beriman disebutkan dalam ayat-ayat berikut: Hamba-hambaku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini; tidak pula kamu bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka yang dahulunya berserah diri. Masuklah kamu dan istri-istri kamu ke dalam surga, dan bergembiralah. Diedarkan kepada mereka piring-piring dan piala dari emas, dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diinginkan hati dan sedap dipandang mata. Dan kamu kekal di dalamnya.
Itulah
surga yang akan diwariskan kepadamu untuk amal-amal yang dahulu engkau
kerjakan. (Surat Az-Zukhruf: 68-72)
PERTANYAAN 51
Siapa
saja yang masuk ke dalam surga?
...Allah
menanamkan kedalam hati mereka keimanan dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang dari padaNya. Dan Allah masukkan mereka kedalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadapNya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah yang
beruntung. (Surat Al-Mujadilah: 22)
Sifat-sifat lain
dari orang beriman, yang karenanya Allah menjanjikan surga kepada mereka,
dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: mereka yang beriman dan melakukan amal saleh (Surat Al-Baqarah: 25), mereka yang selalu takut (taqwa) kepada Allah (Surat Ali ‘Imran: 15), mereka yang menahan amarahnya (Surat Ali ‘Imran: 134), mereka yang tidak meneruskan perbuatan kejinya (Surat Ali ‘Imran: 135), mereka yang menta’ati Allah dan RasulNya (Surat an-Nisa: 13), mereka yang tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada Rasul-rasul Allah dan membantunya (Surat Al-Ma‘idah: 12), mereka yang sungguh-sungguh dalam berbuat kebenaran (Surat Al-Ma‘idah: 119), mereka yang beramal baik (Surat Yunus: 26), mereka yang merendahkan dirinya di hadapan Tuhannya (Surat Hud: 23), mereka yang bertaubat (Surat Maryam: 60), mereka yang memelihara amanat dan janjinya (Surat Al-Muminun: 8), mereka yang tetap melaksanakan shalat (Surat Al-Muminun: 9), mereka yang berlomba-lomba dalam kebaikan (Surah Fatir: 32), mereka yang kembali kepada Allah dengan taubat yang tulus (Surat Qaf: 32), mereka yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah meskipun Dia tidak kelihatan, dan datang dengan hati yang taubat. (Surah Qaf: 33). PERTANYAAN 52
Apa
itu kebajikan sejati?
Dalam setiap
masyarakat, ada konsep umum mengenai “kebajikan” yang ditetapkan oleh
masing-masing anggotanya. Pada masyarakat tertentu, orang yang memberikan
uang kepada pengemis, bersikap ramah kepada orang lain, atau membantu
menyelesaikan masalah-masalah orang lain dianggap sebagai “orang yang
melakukan kebajikan”. Namun yang disukai Allah tidak lah terbatas sampai di
situ. Orang yang benar-benar “berbuat kebajikan” adalah yang percaya kepada
Allah dengan hati yang tulus dan mengatur hidupnya dengan cara yang diridhai
Allah. Allah menerangkan hal ini dalam Al-Qur’an:
Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan. Melainkan
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, orang yang
meminta-minta dan hamba sahaya; dan yang mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang
yang taqwa. (Surat al-Baqara: 177)
PERTANYAAN 53
Bagaimana
konsep cinta dalam Al-Qur’an?
Dalam masyarakat
yang pola hidupnya tidak sesuai dengan Al-Qur’an, rasa cinta dan rasa hormat
antar sesama diukur dengan patokan nilai tertentu. Persamaan budaya,
pangkat, kecantikan, atau bahkan cara berpakaian merupakan beberapa di
antaranya. Bagi orang-orang yang beriman, tujuan sejatinya adalah ridha Allah. Oleh karena itu, rasa cinta kepada sesama berpatokan pada rasa cintanya kepada Allah. Karena cintanya kepada Allah lah, mereka mencintai dan mengasihi apa yang diciptakan Allah. Dan karenanya pula mereka tidak pernah berteman dengan orang yang tidak disukai Allah, apalagi mencintai atau mengasihinya. Ini dinyatakan dalam Al-Qur’an:
Kamu
tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. (Surat Al-Mujadilah: 22)
PERTANYAAN 54
Mengapa
umat yang beriman harus selalu bersatu selamanya?
Allah
memerintahkan dalam banyak ayat agar orang-orang beriman selalu bersatu, dan
tidak bercerai berai hanya karena terpikat oleh kehidupan duniawi:
Dan
berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat allah kepadamu ketika kamu dahulu
bermusuh-musuhan dan kemudian mempersatukan hatimu sehingga kamu menjadi
saudara karena anugrahNya; dan kamu ada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Surat Ali ‘Imran: 103)
Seperti terhadap
perintah-perintah lainnya, orang yang ta’at kepada Al-Qur’an mesti
menjalankan perintah ini dengan sungguh-sungguh. Dapat bersatu dengan mereka
yang beriman merupakan suatu anugrah dan memberi kekuatan. Sebagai contoh,
Allah menjadikan Musa sebagai nabi, maka Musa memohon kepada Allah agar Harun
menjadi pembantunya. Orang-orang beriman saling mengingatkan sesamanya tentang Allah. Mereka mencegah saudaranya melakukan perbuatan keji atau membuat kesalahan. Mereka selalu berusaha untuk saling tolong-menolong. Dibanding manusia lainnya, orang-orang beriman memiliki standar moral yang tertinggi, dan selalu bertindak dengan penuh rasa tanggung jawab. Karenanya, lingkungan yang paling aman adalah lingkungan tempat bersatunya orang-orang beriman. PERTANYAAN 55
Kehdupan
bagaimana yang Allah janjikan kepada orang-orang beriman?
Dalam segala
segi, kehidupan orang-orang beriman di dunia ini selalu indah. Demikian pula
nantinya di akhirat. Kepada mereka yang beramal saleh, Allah menyampaikan
kabar gembira bahwa mereka akan mendapat imbalan yang banyak di dunia ini:
Barang
siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Surat An-Nahl: 97)
PERTANYAAN 56 Tidak ada tempat, waktu ataupun cara khusus untuk berdo’a kepada Allah. Allah lebih dekat kepada kita dari pada urat leher kita sendiri. Dia mengetahui dan melihat segala sesuatu yang terlintas dalam pikiran kita, juga yang terlintas di bawah sadar kita. Karenanya, kita dapat berdo’a kepada Allah dan meminta pertolonganNya kapanpun – saat berjalan, saat mengerjakan sesuatu, saat duduk, ataupun berdiri. Sikap yang layak untuk berdo’a kepadanya disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Berdo’alah
kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut.” (Surat
al-A‘raf: 55)
Yang penting,
orang yang berdo’a harus khusyu dan tulus.PERTANYAAN 57
Apakah
Allah menerima setiap do’a?
Allah mendengar
permohonan semua orang dan menjawab panggilan orang yang menyeru namaNya. Hal
ini dinyatakan dalam ayat berikut:
“Jika
hambaKu bertanya tentang Aku, katakan Aku dekat (kepada mereka). Aku
mengabulkan permohonan orang-orang yang memohon kepadaKu...” (Surat
Al-Baqarah: 186)
Allah menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa Dia akan
menjawab do’a orang yang tertindas dan orang yang mengalami kesusahan jika
mereka memohon kepadaNya, asalkan mereka bersungguh-sungguh dan tulus dengan
apa yang dimintanya.Namun mesti diingat bahwa orang tidak selalu mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. Sesuatu yang kita anggap baik bagi diri kita mungkin sebenarnya buruk. Allah mengetahui bahwa kita tidak tahu betul apa yang baik bagi kita dan Dia mengatur segalanya. Karenanya, Dia kadang menolak untuk mengabulkan suatu do’a. Namun kemudian memberikan yang lebih baik dari itu jika saatnya telah tepat. Lagipula, manusia cenderung tergesa-gesa dan kadang terlalu semangat untuk mendapatkan segera apa-apa yang diinginkannya. Oleh sebab itulah, Allah menunda pengabulan terhadap permohonannya. Dengan demikian, orang yang berdo’a harus bersabar dan menanti kedatangan rahmatNya. PERTANYAAN 58 Bagaimana cara bertaubat kepada Allah? Apakah hanya dengan mengatakan “Saya bertaubat” sudah cukup? Sudah cukup bagi seseorang jika ia mengucapkan dengan tulus bahwa ia bertaubat kepada Allah atas dosa-dosa dan kesalahannya. Kemudian ia memohon ampunanNya dan berjanji untuk tidak mengulangi hal serupa di kemudian hari. Allah berfirman:
Maka
barang siapa bertaubat setelah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri,
sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Surat Al-Ma’idah: 39)
PERTANYAAN 59
Apakah
Allah menerima setiap bentuk taubat?
Allah menerima
setiap bentuk taubat yang tulus asalkan pelakunya berjanji tidak akan
mengulangi kesalahannya, dan selanjutnya memperbaiki perbuatannya. Besar
kecilnya dosa tidak menjadi perbedaan. Yang penting, ada kesungguhan untuk
membuang perilaku yang buruk. Keputusan Allah tentang pertaubatan ini
dinyatakan dalam ayat berikut:
Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubatnya orang-orang yang mengerjakan
perbuatan karena kejahilan (lalai), yang kemudian bertaubat dengan segera,
maka mereka itulah yang diterima taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyayang. (Surat An-Nisa’: 17)
PERTANYAAN 60
Bolehkah
kita melakukan apapun kemudian bertaubat, dengan anggapan bahwa Allah akan
mema’afkannya jika kita bertaubat?
Ini adalah
pikiran yang ngawur dan mengakibatkan banyak orang berbuat salah. Allah
mengetahui setiap hati dan rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Allah memang
mengatakan bahwa Dia akan menerima taubat orang yang sungguh-sungguh
menyesali perbuatannya serta memperbaiki perbuatannya itu. Namun bagi orang
yang berpikiran bahwa “Allah nanti akan memaafkannya”, ia tetap harus
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di akhirat kelak. Ia akan menerima
balasan atau hukuman yang setimpal dengan perbuatannya itu.
Tidak
diterima Allah taubat mereka yang berbuat kejahatan setelah tiba ajal kepada
mereka, seraya mengatakan “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak
pula bagi mereka yang mati dalam kekafiran. Bagi mereka itu telah kami
sediakan siksa yang pedih. (Surat An-Nisa’: 18)
|
||||||||||||||||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar